Jejak Tulus Kombes Deonijiu: Polisi Pejuang dari Lereng Gunung yang Tak Pernah Gengsi

Jejak Tulus Kombes Deonijiu: Polisi Pejuang dari Lereng Gunung yang Tak Pernah Gengsi

Tribratanewskupangkota.com - Kombes Pol. Deonijiu de Fatima, Kepala Biro Operasi Polda NTT, adalah sosok polisi yang membuktikan bahwa keteladanan tidak lahir dari kemewahan, melainkan dari ketulusan dan kerja keras. Di balik jabatan tinggi yang kini ia emban, tersimpan kisah perjuangan luar biasa dari seorang anak desa yang pernah hidup di hutan, menambal ban, hingga menjadi sopir angkot demi menghidupi keluarganya secara halal.

 

Lahir dari keluarga miskin di lereng gunung Timor Leste, Deonijiu sempat putus sekolah akibat konflik wilayah. Hidupnya berubah saat bergabung sebagai tenaga bantuan operasi TNI, tinggal di hutan bersama pasukan selama empat tahun. Pengalaman itu menguatkan niatnya untuk mengabdi sebagai polisi, hingga akhirnya lulus dari Akademi Kepolisian tahun 1996.

 

Namun, perjuangan tak lantas berhenti. Untuk mencukupi kebutuhan, ia menjual motor pribadi untuk membuka tambal ban. Saat menempuh pendidikan di STIK, ia mengemudi angkot malam hari, dan turut menjual kayu bekas peti kemasan bersama teman-temannya demi biaya sekolah.

 

“Saya tak pernah gengsi. Saya tahu hidup di kota besar harus kerja keras, bukan banyak gaya,” ujar Deonijiu.

 

Kesederhanaannya bahkan berlanjut hingga berpangkat tinggi. Hingga 2019, ia masih tinggal di rumah kontrakan. Namun, ia tak mengeluh. Sebaliknya, ia tetap bersyukur dan hidup lurus sesuai sumpahnya sebagai anggota Polri.

 

“Rezeki yang halal itu berkah. Anak-anak saya harus makan dan sekolah dari uang yang halal agar hidup mereka juga berkualitas,” tuturnya.

 

Bukan hanya keluarga yang ia perjuangkan. Deonijiu juga menampung dan membiayai anak-anak dari NTT yang membutuhkan, dari hasil keringatnya sendiri. Ia dikenal warga sebagai sosok jujur, rendah hati, dan pantang mengambil jalan pintas.

 

“Beliau luar biasa. Walau perwira, tetap kerja keras. Bahkan bantu banyak orang dari hasil kerja sendiri,” ujar Andi, warga yang mengusulkannya sebagai kandidat Hoegeng Awards 2025.

 

Kesaksian serupa datang dari David Siregar, warga Tapanuli Utara yang pernah tinggal bersama Deonijiu di Depok. “Saya kira dia polisi kaya, ternyata hidupnya sangat sederhana. Makan singkong dan tempe tiap hari. Tapi hatinya luar biasa. Saya dibantu kerja, bahkan diberi pinjaman waktu itu,” kenangnya.

 

Kini, sebagai perwira menengah Polri, Deonijiu tetap memegang prinsipnya: hidup jujur, sederhana, dan tidak gengsi. Baginya, jabatan hanyalah alat untuk mengabdi—bukan untuk memperkaya diri.

 

“Hindari pelanggaran. Jangan korbankan harga diri untuk uang. Kita disumpah untuk mengutamakan negara, bukan diri sendiri,” tegasnya.

 

Kombes Deonijiu adalah potret polisi ideal: pejuang dalam diam, pelayan dalam tindakan, dan teladan dalam kesederhanaan. Sebuah kisah yang patut menjadi inspirasi di tengah masyarakat yang mendambakan integritas dan ketulusan dari aparat negara.